Meneladani Allah lewat Asmaul Husna
Al Qur’an, khususnya dalam QS Al A’raf: 180 menegaskan agar kita memohon kepada Allah Swt. dengan menggunakan Asmaul Husna.
”Hanya milik Allah Asma’ul Husna maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut nama-nama yang indah itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
Maulana Muhammad Ali dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud Asmaul Husna adalah nama-nama yang menampakkan sifat-sifat paling baik dari Zat Allah. Yang dimaksud dengan fad’uhu biha (berdoalah atau mohonlah Dia dengannya) adalah bahwa manusia harus menyimpan sifat-sifat Ilahi dalam pikirannya dan berusaha memiliki sifat-sifat tersebut. Hanya dengan itu ia dapat mencapai kesempurnaannya. Selain itu, Al Jili menafsirkan amanah yang diasongkan kepada manusia setelah bumi dan langit enggan menerimanya (QS Al Ahzab: 72) adalah amanat untuk merealisasikan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla di muka bumi.
Sejatinya, itulah pertemuan terindah antara manusia dengan Allah melalui sifat-sifat-Nya, yaitu pada saat sifat-sifat itu menjadi rujukan dan tolok ukur dalam pengembangan kepribadiannya. Di sinilah manusia mendekatkan diri kepadaNya, mengidentifikasikan diri dan perilakunya kepada sifat-sifat Allah sebatas jangkauan kemanusiaan dan batas-batas yang ditetapkan oleh Allah sendiri.
Pemancaran kembali sifat-sifat Allah dalam wujud akhlak insani diperintahkan secara tersirat oleh Allah dan RasulNya.
“Berbuat baiklah kamu sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu” (QS Al Qashash, 28: 77).
Rasulullah saw. menguatkan, “Berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah.”
Wallahu a’lam.
(dikutip dari Sulaiman Abdurrahim & Abu Fawwaz. Asmaul Husna Effects. 2009)
Iskandar Mochtar